Selasa, 15 Juni 2010

Anak Sapi??!!?!?!?

Sebetulnya kejadiannya berlangsung senin sore kemaren. tapi berhubung aku masih jengkel sekali sehingga takut marah-marah di sini jadi aku urungkan nulis kemaren.
Hari ini aku rasa hatiku sudah agak baikan.
Dengarkan keluhku!

 kisah di mulai saat seorang news presenter mengabarkan bahwa balita perokok masih banyak dijumpai di tanah air. setelah di malang sembuh, ternyata ada lagi di luar jawa sehari bisa menghabiskan 4 bungkus. Sang Balita sudah merokok sejak usia 11 bulan hingga kini masih belum ditangani serius. Orang tua balita justru cenderung membiarkan.

Aku yang sedang nonton dengan beberapa ibu-ibu karyawan senior di kantor setelah istirahat solat nyeletuk, "wah seusia anakku. masak 11 bulan sudah faham rokok?"
Ibu-Ibu banyak yang nimpali antara lain mengatakan bahwa orang tuanya berarti yang salah bukan lingkungan luar.

Sampai di sini apakah anda sudah faham inti ceritanya? tentu belum! prolog itu tidak nyambung sama sekali dengan sumber marahku.

Ok! mari kita lanjutkan.
To the Point!

Setelah sibuk mengomentari televisi aku ditanya sama ibu Y.
Ibu Y dengan ramahnya menanyakan kabar si Dede dan memberikan beberapa pujian atas perkembangan Dede yang lebih cepat. Pun, beliau mengatakan betapa kangennya sama Dede.
Begitu juga Ibu As. Point pujian tertinggi mereka adalah pada kemampuan merangkak dan jalan jauh sebelum waktunya. (11 bulan sudah lancar, bulan ke-12 sudah belajar lari)

Dalam situasi begitu aku sebagai ibu Dede sedikit melambung dan semakin melayang seiring pujian yang terus mengalir hingga sebuah pertanyaan dan pernyataan dari ibu An yang begitu tidak berperasaan. bahkan iku ingin bilang impolite. (maafkan saya bu An)

Bu An : Mau ndak si Dede minum formula
(kalimat ini sudah ku tebak sebagai basa basi berbisa secara aku sudah kenal sedikit wataknya. toh dia sudah tahu kalau aku ada masalah dengan PDku)
Bu Y : Lo iku kan cuma 3 bulan ASInya. Abis itu ngedot trus. (ini memang faktanya)
Aku : Iya bu sudah berusaha kemana-mana tapi akhirnya tetap saja menang dotnya.
(aku sudah mulai curiga bakal ada komen gak enak secara wajahnya sudah on posenya)
Bu An : Ooo Anak Sapi tho....!!!!????? benar saja motoriknya cepat. Sapi itu kan memang lahir langsung jalan. Perkembangan geraknya lebih cepat daripada otaknya. Anak sapi itu lamban kemajuan otaknya.
Aku : (aku mendidih) wah gak ada bukti empirisnya bu itu (dengan wajah pura-pura tabah padahal di hati meratap)
Bu An : Lo benar itu. coba aja liat anak-anaknya bu T yang formula, pasti geraknya cepet-cepet. yang terakhir malah 10 bulan sudah jalan.
Bu As + bu Y : tapi masak karena formula
Aku : kalau aku memang dilatih bu. meminta petunjuk dokter dan dari baca buku.
Bu An : tapi yo la wong namanya minumnya dari Sapi, jadi anak Sapi ya seperti Sapi

 Aku hanya bisa istighfar dalam hati. dan ku lihat ke arah bu Y dan Bu As mereka saling tukar pandang yang menyiratkan iba padaku.dan kami bertiga memandang sinis bu An.




NB: samapai di rumah aku cerita ke Papa dengan audiens Oom dan teteh juga.
ini adalah tanggapan dan reaksi mereka.
Oom : harusna mah cucu kelinci teteh biar lebih cepet geraknya. tos bisa lulumpatan masih bayi oge
Papa : Bund gimana kalau Susu Kuda Liar Sumbawa kan lebih bagus
Teteh : kalau monyet bisa manjat pohon mangga langsung , lumayan euy
Dan akhirnya kami tertawa bersama gerr gewrr gerrr


Senin, 14 Juni 2010

Sertifikasi

Sertifikasi.

Dari dulu aku tidak pernah setuju dengan sertifikasi.
Apa Sebab?
Karena Guru adalah (kebayakan) generasi tua yang mungkin ilmu keguruannya sudah out of date. maksud saya bukan pengetahuan dan penguasaan akan bahan ajarnya yang kadaluarsa, namun metode dan tekniknya.
Lihat saja, Guru-guru kelompok tua yang sudah mau pensiun (ada juga guru muda dari universitas pinggiran dan ecek-ecek yang banyak bertebaran di daerah) mereka tidak punya informasi cukup terhadap perkembangan dunia pendidikan terbaru.
Kalaupun mendengar hanya sebatas kulitnya saja.
kalaupun ada pelatihan ya di latih saja dengan format minimalis. pokoknya sudah di latih.
( itu kata temenku yang mengabdi di sebuah pelosok. tapi di akhir acara mereka harus membuat tugas yang ribet betul. mungkin itu yang di maksud experiential learning. belajar dari pengalaman. but, siapa tahu bahwa itu hanya pelengkap keminimalisan tadi biar laporan ke atasnya mudah)

Sertifikasi memang bermuka dua. satu sisi manis dan satu sisi pahit.
Satu sisi menguntungkan (kalau lulus) tunjangan guru akan berlipat. Dapur akan memasak menu lebih pantas.
namun, di satu sisi merepotkan, untuk dapat memenuhi syarat sertifikasi, banyak guru yang kelimpungan karena syarat-syarat itu sebagian besar tidak dikenalnya atau tidak pernah dilakukannya. apalgi sebagai guru di daerah dengan budaya dan peradaban yang tertinggal teori - teori macam syarat itu tidak diperlukan. yang penting mereka punya cukup ilmu dan pengetahuan dalam bahan ajarnya serta mempunyai metode dan teknik yang menarik.
mereka tidak perlu bingung-bingung menuliskannya dalam kertas.

Apa gunanya pemerintah mengangkat para pengawas itu. tidak mereka bisa melaporkan guru mana saja yang kreatif dan cerdas yang pantas dihadiahi sertifikat pendidik tanpa harus ribet.

kali ini aku merasakan sendiri dampak sertifikasi itu.
walau sudah lama menggema di seantero nusantara, tapi program pelatihan untuk itu tidak banyak dari pemerintah. yang ada malah dari umum yang meminta bayaran selangit.
Calopun ikut bermain. alamak!

Kamis kemaren Bapak Menelpon untuk dicarikan berkas portofolionya orang yang sudah lolos. katanya untuk dipelajari dan ditiru sebagai portofolio bapak dalam mengajukan sertifikasi.

Aku tertohok. seandainya aku bisa berkata: "tolong tidak usah sertifikasi kalau dengan modal plagiat"
tapi aku tak tega. Bapak terlanjur semangat dan senang karena di usianya yang 51 ini mendapat kesempatan seperti teman-temannya yang lain yang sudah dapat.sebelumnya tidak bisa sertifikasi karena ijasahnya yang hanya D2.

Ya. kembali pada bapakku. setelah berusaha mencari contekan tidak ada yang ngasih, termasuk aku juga sudah memelas kepada beberapa orang dan di tolak mentah-mentah, akhirnya Beliau pasrah pada seseorang dengan ongkos 2 juta untuk 1 portofolio.
(Dan ini mencengangkan; dari omong-omong berdasar kabar dari mulut ke mulut pihak yang pernah melakukan, penyedia jasa PTK atau Portofolio syarat sertifikasi adalah oknum diknas. o gitu ya, tidak melakukan pelatihan justru agar lebih mudah memeras. Astaghfirullah)

Aku sudah sampaikan pada bapak, bahwa tidak mungkin memperoleh portofolio gratis karena hampir semua guru yang jauh dari psat peradaban akan rela membayar berapapun asala syarat itu terpenuhi.
bahkan ada hanya 1 PTK seharga 1,5 juta.

kini, aku ingin membantu walau jarak kami sangat jauh. aku membawa berkas dan buku yang sekiranya bisa membantu dalam membuat PTK, RPP, Silabus, dll ke tempat kerja. but......
Aku telat, bapak sudah memasrahkan pada orang lain dengan ongkos 2 juta.uang segitu pasti sangat berarti dan susah didapatkan oleh kami.

Maafkan aku tidak berbakti.
tidak mampu menolongmu di saat kau perlu sebagaimana kau telah lakukan pada anakmu ini.